Bila anda mengambil air dalam gentong, hampir pasti tanpa biaya, tinggal ambil kapan pun juga, hanya konsekuensinya belum dimasak, terasa tawar, dan mungkin anda tidak dengan mudah bisa menemukan gentong.
Beda dengan air dalam teko yang sudah berujud teh, kopi hangat, es sirup, jahe, dan sebagainya. Rasanya enak, siap diminum, hangat, dimana-mana dapat dengan mudah dicari. Tapi anda harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Kalo di warung-warung bisa jadi lebih murah. Tapi kalau anda menimbanya di hotel berbintang, wajar kalau anda juga harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Terlebih lagi kalau ‘teko’ ini sudah tertempeli brand tertentu, yang kemudian menjadi sebuah tuntutan orang-orang akan kebutuhan brand tertentu. Walaupun teh merk A sampai merk B sama rasanya, tapi ketika merk A jauh lebih terkenal, maka orang yang mampu membeli merk A tetap akan berduyun duyun untuk mendapatkan ilmu dari merk A, walaupun kalau digagas-gagas ilmu itu menyampaikan ide yang sama.
Tapi ada yang menarik di sini. Seperti analogi di atas, bagaimana pun juga ceret tetap selalu butuh akan keberadaan gentong. Karena bagaimana pun juga air dalam gentong adalah sumber dari mana air dalam ceret berasal.
Inilah maksud dari apa yang akan saya sampaikan. Pengertian ceret mungkin bisa saya perluas tidak hanya kepada orang yang menyampaikan ilmunya saja, tapi juga sampai kepada orang-orang yang bisa mengamalkan ilmunya sehingga bermanfaat bagi orang banyak. Terlebih lagi bila ilmunya itu bisa membuat apa yang dia peroleh (uang, pendapatan, privilege, pengakuan, dsb) menjadi meningkat.
Sehingga pengertian ceret, tidak hanya sampai kepada para bapak-bapak trainer yang saya contohkan di atas, tapi lebih jauh lagi bisa sampai kepada para pengusaha sukser, artis-artis sukses, orang yang berhasil dalam karirnya, orang yang sukses dengan profesinya. Karena mereka semua toh mendapatkan semua itu atas ilmu atau kepandaian yang mereka miliki. Sehingga pengamalan ilmunya, entah itu dalam bentuk mengajar, memimpin perusahaan, melakukan profesinya, tak ubahnya seperti air yang keluar dari teko atau ceret.
Bapak-bapak ceret ini, bagaimana pun juga sadar atau tidak sadar, bila dia tetap selalu ingin agar air ceretnya selalu dapat dinikmati banyak orang, sebagian agenda hidupnya akan terisi untuk mencari para gentong-gentong. Entah bisa ketemu langsung orangnya, mencari bukunya, menggagas makna-makna dari teori yang ditinggalkannya.
Sehingga, ..saya tidak tahu lagiPOST http://www.blogger.com/post-create.do HTTP/1.0 bagaimana cara mengungkapkannya secara mudah, tapi ungkapan sebenarnya mungkin bisa saya sampaikan,.. sebaiknya orang kaya selalu ingat gentongnya. Karena mungkin karena gentongnya-lah, kita-kita para ceret bisa menikmati apa yang kita peroleh saat ini.[pa]
30 Juni 2007
Pitoyo Amrih
No comments:
Post a Comment